
Siapa sih yang gk kenal sama nasi??
salah satu makanan pokok di Indonesia..
klo gk tau kebangeten deh..
tapi tau gk?? klo makan nasi ntu ada efek sampingnya loh..
mw tau??
mari kita simak ulasan berikut. 
Makan nasi tiga kali sehari sudah jadi kebiasaan orang kita. Namun,  sadarkah bahwa perkembangan zaman membuat kita mengonsumsi KH dalam  jumlah besar dan dengan frekuensi tinggi? Sekadar contoh, banyak yang  bilang belum makan kalau belum makan nasi. Padahal dia sudah menyantap 1  - 2 potong roti isi daging, keju, atau pisang cokelat.
Bahkan, ada yang doyan ngemil di antara waktu makan nasi tiga kali  sehari. Dalam tujuh jam kerja misalnya, seorang karyawan bisa  mengonsumsi kopi atau teh tiga kali, masing-masing dengan gula sebanyak 3  - 4 sendok teh. Belum lagi makan camilan. Artinya, sepanjang hari  mereka melahap berbagai makanan sumber KH (karbohidrat).
Bila hal itu berlanjut, kita akan ketagihan untuk terus-menerus  mengonsumsi KH dalam jumlah besar. Kita pun masuk dalam keadaan yang  disebut adiksi KH, yakni suatu ketidakseimbangan fisik yang membuat kita  terpaksa terus merasa lapar akan makanan sumber KH. Yang termasuk dalam  makanan sumber KH di antaranya nasi, roti, cake, sereal, es krim,  cokelat, potato chips, kentang, popcorn, dan berbagai makanan manis.
Apa bahayanya? Yang pasti, berbagai penyakit bisa muncul. Termasuk di  dalamnya kuartet penyakit mematikan - obesitas, diabetes mellitus,  hipertensi, dan penyakit jantung.
Celakanya, terapi atau pengobatannya sering memberatkan atau bahkan  mustahil dijalankan oleh sebagian penderitanya. Untuk mengontrol tekanan  darah tinggi misalnya, selain harus mengonsumsi obat hipertensi,  seorang penderita juga mesti menjalani modifikasi gaya hidup berupa diet  dan olahraga.
Ia kudu menjalani diet dengan membatasi asupan lemak, kalori, dan garam.  Ini yang sering membuat penderita berjuang keras mengubah pola makannya  dan frustrasi karena tubuh mereka tak henti-hentinya menuntut makan.  Akhirnya, ia gagal menjalaninya.
Namun, jangan khawatir. Para dokter dan ilmuwan menemukan bahwa  hiperinsulinemi (kelebihan kadar insulin dalam darah) dan resistensi  insulin (penolakan tubuh atas aksi hormon insulin) bertanggung jawab  atas perkembangan penyakit-penyakit itu. American Heart Association  pernah menyatakan, kadar insulin yang tinggi telah menjadi penanda  adanya risiko serangan jantung.
Dengan adanya pengetahuan baru ini, metode pencegahan dan perbaikan  kondisi penderita penyakit obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, dan  penyakit jantung berubah sama sekali. Kini penderita tidak perlu  menjalani program diet memberatkan. Pada dasarnya program baru itu  bertujuan mengontrol kadar insulin dalam darah. Anda dapat makan  sebanyak Anda suka, karena jumlah kalori yang dikonsumsi tidak berarti  berkaitan dengan penambahan bobot badan. Yang penting, apa yang dimakan  dan bagaimana cara memakannya.
"Jenuh" insulin
Begini ceritanya. Tubuh kita memiliki keseimbangan hormonal untuk  mengatur metabolisme. Energi dari makanan di dalam tubuh akan diubah  menjadi gula darah. Untuk menyimpan gula itu sebagai cadangan energi,  hadirlah hormon insulin. Sementara hormon glukagon berperan "memakai"  atau membakar gula itu menjadi energi.
Di kala terjadi kelangkaan makanan atau kelaparan berkepanjangan,  insulin meningkat perannya. Dalam kondisi itu energi sebisa mungkin  dihemat. Hormon inilah yang membuat orang primitif bertahan hidup di  zaman yang tidak mudah mendapatkan makanan. Sebaliknya, di zaman serba  mudah memperoleh makanan, insulin justru membuat kita terbunuh.
Jika mengonsumsi makanan sumber KH, kadar insulin darah kita meningkat.  Bahkan, peningkatan itu sudah berlangsung sejak melihat, mengecap, atau  memikirkan makanan itu. Ini fase pertama gejala resistensi insulin.
Bila kondisi dalam fase pertama berlanjut, sel-sel organ tubuh bakal  "jenuh" dengan insulin. Sel-sel, terutama di hati dan otot, memblok  insulin sehingga insulin dan gula darah yang masuk ke dalam organ itu  berkurang. Akibatnya, si insulin menuju ke jaringan lemak. Tabungan  lemak kita pun menjadi bertumpuk dan obesitas mulai menampakkan diri.  Tahapan ini dinamakan fase kedua resistensi insulin.
Pada fase ini kelainan-kelainan mulai muncul, seperti peningkatan  tekanan darah dan kandungan kolesterol darah. Akibatnya, pembuluh darah  menjadi kaku dan menyempit. Istilah medisnya, arterosklerosis. Bila  terjadi pada pembuluh darah jantung, pintu masuk penyakit jantung  koroner pun terbuka lebar.
Seandainya fase kedua terus berlanjut, sejumlah organ kita mengalami  kekurangan gula (hipoglikemi). Organ paling peka terhadap kondisi ini  adalah otak. Kalau pasokan gula untuk sel-sel otak tidak cukup,  muncullah gejala berupa perubahan mood yang membuat kita irritable,  kelelahan, tak mampu berkonsentrasi, depresi, dan sakit kepala.
Untuk mengatasinya tubuh akan semakin keras mencari gula. Kita pun  dibuat sedemikian rupa untuk harus mengonsumsi makanan sumber KH.  Konsumsi KH kita semakin tak terkontrol. Kita pun masuk ke fase ketiga  resistensi insulin. Pada fase ini tekanan darah dan proses  arterosklerosis semakin meningkat.
Begitu lemak menjadi "jenuh" insulin, kita memasuki fase keempat.  Insulin dan gula darah tidak lagi bisa disalurkan ke mana-mana. Keduanya  terjebak dalam peredaran darah. Maka terjadilah diabetes tipe 2 -  diabetes yang didapat setelah dewasa. Saat ini tekanan darah sulit  dikontrol dan arterosklerosis memasuki tahap lanjut. Serangan jantung  tinggal menunggu waktu.
Insulin menaikkan tekanan darah melalui dua cara. Pertama, mempengaruhi  secara langsung sistem saraf simpatis yang langsung meningkatkan kerja  jantung. Kedua, dengan menahan natrium dan air dalam darah sehingga  volume darah meningkat, yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.  Ketiga, arterosklerosis membuat pembuluh darah menyempit sehingga  tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah lebih tinggi. Jadi,  insulin bertanggung jawab terhadap kasus-kasus hipertensi primer.
Karena insulin merupakan pintu menuju sejumlah penyakit tadi, maka  insulin pulalah yang menjadi kunci pemecahannya. Mencegah resistensi  insulin dengan menjalani gaya hidup yang dapat mengontrol kadar insulin  perlu dilakukan untuk membebaskan diri dari empat penyakit yang disebut  di muka.
Utamakan rendah KH
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk menggempur resistensi insulin  yaitu membebaskan diri dari adiksi KH. Caranya, mengurangi jumlah KH dan  mengimbangi makanan tinggi KH dengan makanan ber-KH rendah dalam  komposisi menu makanan.
Dalam sebuah program jantung sehat untuk orang teradiksi KH, dr. Richard  Heller dan dr. Rachel Heller menganjurkan agar makanan sumber KH  dikonsumsi sekali dalam jadwal makan kita sehari-hari. Itu pun tidak  hanya berisi makanan sumber KH, melainkan diimbangi juga dengan protein  dan sayuran yang ber-KH rendah dalam porsi yang sama besar.
Gampangnya, bagilah porsi makanan kita dalam tiga bagian yang sama  besar; 1/3 bagian makanan sumber KH, 1/3 bagian makanan sumber protein  ber-KH rendah, dan sisanya sayuran ber-KH rendah. Untuk jadwal makan  lainnya dianjurkan mengonsumsi makanan rendah KH. Ngemil boleh saja,  asalkan makanannya rendah KH.
Bagi orang Indonesia makanan sumber KH yang utama adalah nasi. Makanan  sumber protein ber-KH rendah meliputi daging (ikan, sapi, ayam, dsb.),  tempe, tahu, dll. Semua sayuran, di antaranya bayam dan kangkung, juga  ber-KH rendah. Pada metode diet Heller kita dianjurkan makan nasi hanya  satu kali sehari (umumnya kita makan tiga kali sehari), disertai makanan  sumber protein dan sayur dengan perbandingan yang sama. Untuk jadwal  makan lainnya kita boleh melahap makanan sumber protein dan sayuran  sesuka kita, tetapi tanpa nasi!
Perlu diingat, buah merupakan bahan makanan yang mengandung fruktosa  sehingga dapat pula menimbulkan peningkatan kadar insulin. Namun, bila  buah dimakan sebagai buah utuh, fruktosa masih diimbangi oleh serat yang  dikandung buah tersebut.
Lain cerita bila buah tersebut dijus. Pada buah yang dijus, seratnya  sudah hancur sehingga tidak ada yang mengimbangi kehadiran fruktosa yang  bisa merangsang peningkatan insulin. Berbagai buah tersebut, seperti  apel, pisang, mangga, nenas, jeruk, dll., dianjurkan untuk dikonsumsi  saat kita menyantap makanan ber-KH tinggi dan tidak dianjurkan dilakukan  pada jadwal makan lain.
Makanan sumber KH sebaiknya dihabiskan sekaligus dalam waktu tidak lebih  dari satu jam. Jadi, jangan dicicil! Misalnya, kita makan cake satu jam  setelah kita makan nasi. Bila hal itu terjadi, maka tubuh kita akan dua  kali melepaskan insulin dalam jumlah besar, sehingga kalau keseringan  akan menimbulkan resistensi insulin.
Bagaimana dengan lemak?
Penelitian menunjukkan, tidak semua lemak berbahaya bagi tubuh. Lemak  yang meningkatkan insulin darah adalah lemak jenuh. Misalnya mentega,  margarin, minyak kelapa, santan, dsb. Bahan-bahan tersebut biasanya  tersembunyi dalam cookies, krackers, dan french fries. Sebaliknya, lemak  tidak jenuh tidak berbahaya bagi insulin. Contohnya, minyak ikan,  minyak zaitun, kacang, jagung, dsb.
Kita juga tidak perlu lagi pusing-pusing menghitung jumlah kalori  makanan yang kita konsumsi serta diteror diet rendah lemak dan diet  rendah garam. Besarnya kalori yang kita makan tidak menentukan berat  tubuh kita.
Salah satu buktinya, Miller dan P. Mumford mencatat pada 1967 beberapa  orang mengonsumsi 8.000 - 10.000 Kalori per minggu, tingkat konsumsi  yang lebih tinggi dari umumnya, tetapi mereka masih bisa kehilangan  bobot badannya. Sebaliknya, ada pula orang yang makan jauh lebih sedikit  dari umumnya, tapi bobot tubuhnya bertambah terus. Jadi, tidak penting  berapa banyak Anda makan, tetapi perhatikan apa yang dimakan dan cara  memakannya.
Diet yang benar meletakkan dasar yang kokoh untuk menjalani  program-program berikutnya. Untuk menambah vitalitas, kita bisa  melakukan olaraga. Yang tak kalah penting, mengelola stres sehari-hari.  Kurang aktif secara fisik dan stres bisa pula memicu insulin. 













 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar